rss

Monday, November 9, 2009

Jampidsus Masih Pakai Istilah Cekal, Tak Singgung Pasal 12 UU KPK

Jampidsus Marwan Effendy tampak semangat dalam menyampaikan materi-materi di depan Komisi III DPR, termasuk kasus Bibit dan Chandra. Marwan menjelaskan tentang kesalahan KPK dalam mencekal Anggoro Widjojo. Dalam hal ini, Marwan masih memakai istilah 'cekal' dan tidak menyinggung pasal 12 UU nomor 30/2002 tentang KPK.

"Bagaimana bisa mencekal Anggoro, sedangkan tersangkanya Yusuf Erwin Faisal," kata Marwan dalam Raker dengan Komisi III DPR di gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (9/11/2009). Hingga pukul 15.30 WIB, raker masih terus berlangsung.

Marwan menjelaskan tentang dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan KPK dalam kasus Chandra dan Bibit. Menurut dia, penyalahgunaan ini terkait kasus pencekalan terhadap Anggoro Widjojo, pemilik PT Masaro Radiokom.

Sedikitnya ada dua hal yang dipersoalkan Marwan. Pertama, soal pencekalan Anggoro yang dinilai tiba-tiba terkait surat perintah penyidikan kasus yang berbeda. "Adanya surat penyidikan kasus Tanjung Api-api, tapi tiba-tiba berubah ke kasus Masaro," kata Marwan, yang pernah gagal menjadi pimpinan KPK itu.

Kedua, Marwan mempersoalkan pencekalan Anggoro yang dilakukan KPK, namun dengan tersangka Yusuf Erwin Faisal. Dia menilai hal ini bagian dari kesewenang-wenangan, karena Anggoro menjadi korban.

Apa yang disampaikan Marwan ini sebenarnya sudah pernah diklarifikasi pengacara Bibit dan Chandra beberapa hari yang lalu. Pengacara Bibit dan Chandra, Alexander Lay, mengklarifikasi mengenai istilah cekal, yang merupakan akronim dari cegah dan tangkal.

"Cegah itu melarang seseorang bepergian ke luar negeri, sedangkan tangkal melarang orang ke dalam negeri. Sesuai UU 30/2002, KPK hanya punya wewenang melakukan pencegahan, bukan pencekalan," kata Alexander saat itu. Dia mengatakan penyidik kurang memahami istilah cekal.

Selain itu, Alexander juga telah mengklarifikasi tentang penyidikan kasus Anggoro Widjojo. Sejak lama, KPK menjerat Yusuf Erwin Faisal dalam dua kasus, yaitu kasus alih fungsi hutan lindung (Tanjung Api api) dan markup mata anggaran proyek sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan. Kaitan Yusuf Erwin dengan Anggoro adalah dalam kasus SKRT.

"Penggeledahan di Masaro itu terkait dengan kasus SKRT di Dephut, ada sprindik (surat perintah penyidikannya)-nya. Bukan sprindik kasus alih fungsi hutan lindung, tapi kasus SKRT. Jadi tidak tiba-tiba," ujar Alexander.

Tentang pencegahan terhadap Anggoro pada Agustus 2008, Alexander juga menjelaskan bahwa pencegahan dilakukan KPK terhadap empat orang sekaligus, yaitu Anggoro, Putronofo (dirut), Angka Wijaya (direktur keuangan), dan Anggono Widjojo (preskom). Dan sesuai UU KPK, KPK memiliki hak untuk memerintahkan pencegahan terhadap seseorang tanpa harus menunggu seseorang itu menjadi tersangka.

Aturan ini tercantum dalam pasal 12 UU KPK. Bunyi pasal itu sebagai berikut: '(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri'

Karena itu, Alexander menilai konstruksi hukum yang dibangun polisi dalam kasus penyalahgunaan wewenang itu tidak tepat. Argumentasi hukum yang dibangun penyidik Polri dinilai Alexander tidak cermat.

Saat ini, berkas Chandra dan Bibit sudah di tangan kejaksaan. Rencananya, jaksa akan menentukan status berkas Chandra hari ini. Terkait berkas ini, Jampidsus Marwan Effendy memahaminya seperti yang dipahami penyidik Polri.

Pemerintah Pastikan 1 Tewas, 30 Luka Berat

VIVAnews -- Pemerintah Nusa Tenggara Barat memastikan satu orang meninggal dunia dalam peristiwa gempa berkekuatan 6,7 skala rigter yang terjadi di Bima. Korban diketahui bernama Siti Aisya 70 warga Kelurahan Bonte Kecamatan Asakota Kota Bima.

Korban meninggal setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Bima. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB Supardi Sukandar mengatakan, korban luka berat yang dirawat di RSU Bima hingga saat ini mencapai 30 orang serta ratusan lainnya mengalami luka ringan.

"Satu orang korban meninggal akibat gempa masih berada di RSUD Bima," kata Supardi kepada wartawan usai menggelar rapat koordinasi bersama muspida di Kantor Gubernur NTB Senin 9 Nopember 2009.

Sementara itu sebanyak 78 bangunan mengalami rusak berat baik di Kabupaten Bima maupun di Kota Bima. Selain itu gempa juga merusak sejumlah fasilitas umum seperti tiga bangunan Masjid di Kecamatan Bolo dan Kolo, dua bangunan sekolah dan satu puskesmas di Kecamatan Wera, Kantor kepolisian, koramil dan pertokoan.Bahkan ratusan rumah baik di Kabupaten Bima dan Kota Bima mengalami rusak ringan.

Lebih lanjut Supardi menyatakan pemerintah NTB sudah mengirim bantuan baik berupa tenda darurat, pasokan 8 ton beras masing-masing 2,5 ton untuk Kabupaten Bima dan 5,5 ton beras untuk Kota Bima.

Adapun terkait pasokan obat-obatan sudah dikordinasikan dengan Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten Kota. Peristiwa gempa bumi yang terjadi pukul 03,40 WITA tersebut juga mengakibatkan longsor di sejumlah wilayah terutama di daerah Asakota dan Ambalawi.

Meski demikian Supardi menyatakan tidak ada daerah yang terisolasi akibat bencana gempa bumi tersebut. "Fasilitas umum terutama jembatan yang menghubungkan sejumlah daerah di Bima hanya rusak ringan, tidak ada wilayah yang terisolasi," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Selaparang, Mataram, menyebutkan lokasi gempa di 8,24 Lintang Selatan-118,65 Bujur Timur, pada kedalaman 25 kilometer di bawah permukaan laut.

Pusat gempa juga berada pada 139 kilometer Barat Laut Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), 139 kilometer Timur Laut Sumbawa Besar, NTB, 206 kilometer Barat Laut Ruteng, NTT dan 208 kilometer Timur Laut Taliwang, Sumbawa Barat, NTB. Gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.

Laporan: Edy Gustan | Mataram

Jubir KPK: Tak Ada Nama Ari Muladi di Buku Tamu

N

ama Ari Mulasi, saksi kunci kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Ari Muladi, tidak tercantum di daftar buku tamu KPK. Padahal menurut Jaksa Agung Hendarman Supandji, Ari 6 kali menemui Deputi Penindakan KPK Ade Raharja di Gedung KPK.

"Setahu saya tidak ada nama Ari Muladi di buku tamu di lantai 3," kata Jubir KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (9/11/2009).

Johan mengatakan, setiap orang yang datang ke KPK harus melalui buku tamu. Meski sudah mengisi buku tamu, tidak serta merta orang tersebut bisa disimpulkan datang untuk memberikan uang terhadap pimpinan KPK.

"Buku tamu itu menunjukkan bahwa memang ada yang datang ke sini. Tapi saya tidak tahu apakah Ari Muladi datang ke KPK sekali atau dua kali," imbuhnya.

Menurut Johan, setiap lantai apalagi lantai 3 yang merupakan ruangan pimpinan KPK ada satpam yang berjaga. Siapapun yang hendak ke lantai 3 akan dicatat.

"Tidak semua orang bisa masuk tanpa dikawal. Kan ada beberapa tempat yang aksesnya harus dipakai ID card," ungkapnya.

Johan menambahkan tidak sembarang orang dari luar bisa masuk ke ruang pimpinan tanpa melalui prosedur yang sudah ditetapkan.

"Tidak mungkin orang luar datang sendirian dan langsung ke ruang pimpinan," tegasnya.

Dalam sangkaan polisi, Ari Muladi merupakan orang yang memberikan uang kepada pimpinan KPK. Namun Ari telah mencabut kesaksian tersebut. Ari membantah memberikan uang kepada Bibit dan Chandra. Uang diberikan Ari kepada Yulianto. Hingga kini keberadaan Yulianto masih ditelisik. Polisi curiga Yulianto hanya tokoh fiktif.

Sementara Kejagung yakin telah memiliki alat bukti yang kuat dalam kasus Bibit dan Chandra. Bukti itu antara lain data Ari 6 kali ke KPK dan 64 kali melakukan kontak telepon dengan Ade Raharja.

Mendiknas Jadikan Unas Acuan PTN Mulai 2012

Surabaya (ANTARA) - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh akan menjadikan Ujian Nasional (Unas) sebagai acuan masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), seperti halnya SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk PTN), mulai 2012.

"Bukan menghapus SNMPTN, tapi prinsipnya jenjang SD, SMP, SMA, dan PTN harus terintegrasi, sedangkan Unas dan SNMPTN hanya salah satu," katanya setelah membuka `Lomba Cipta Elektronika Nasional` (LCEN) ke-14 di Balai Pemuda Surabaya, Senin.

Didampingi Rektor ITS Surabaya Prof Priyo Suprobo di sela-sela acara yang dihelat Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya itu, mantan Menkominfo itu mengatakan, pengukuran prestasi selama ini sudah terintegrasi dari SD hingga SMA.

"Karena itu, pengukuran prestasi di jenjang SD dapat digunakan SMP, dan seterusnya, sedangkan dari jenjang SMA untuk dijadikan acuan masuk PTN masih belum, karena itu akan dibenahi secara bertahap," katanya.

Apalagi, kata mantan Rektor ITS Surabaya itu, sejumlah rektor PTN selama ini sudah terlibat dalam membuat soal Unas, sehingga tinggal tahap berikutnya yang perlu dibenahi, termasuk waktu yang tersisa juga digunakan meningkatkan kualitas Unas.

Menanggapi hal itu, Rektor ITS Surabaya Prof Priyo Suprobo menyatakan, SNMPTN memang tidak akan dihapus, tapi Unas akan dibenahi secara bertahap supaya menjadi kredibel.

"Kalau Unas sudah bisa kredibel, tentu Unas akan dipakai, tapi rencana itu masih tahun 2012. Unas sampai detik ini masih belum dapat dijadikan acuan, karena masih sering ada kecurangan," katanya, menegaskan.

Oleh karena itu, Unas akan dibenahi dan ke depan diharapkan akan dapat menjadi seperti halnya PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan) dalam bentuk nilai rapor yang sekarang dipakai untuk masuk PTN.

"Soal itu, sudah kami bicarakan dengan Mendiknas dan dalam waktu dekat akan kami bicarakan Majelis PTN dan rektor se-Indonesia," ujarnya.

Ditanya kredibilitas Unas yang selama ini menjadi persoalan, ia mengaku, pihaknya pernah menjadi pengawas Unas dan ternyata masalah kejujuran masih perlu dibenahi.

"Kami tidak mempermasalahkan SNMPTN dihapus, kami akan kehilangan penghasilan, karena PTN merupakan lembaga nirlaba. Namun, hal terpenting adalah Unas dapat dijadikan acuan PTN bila benar-benar kredibel," katanya.

Bonaran Siap Diperiksa Polisi

Pengacara Anggodo Widjojo, Bonaran Situmeang, menyatakan siap diperiksa polisi terkait dugaan pencemaran nama baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Belum ada panggilan. Saya siap dipanggil," kata Bonaran di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (9/11/2009).

Mabes Polri sebelumnya menjadwalkan untuk memeriksa Ari Muladi dalam dugaan pencemaran nama baik SBY terkait rekaman dugaan kriminalisasi pimpinan KPK. Nama SBY disebut-sebut dalam rekaman hasil sadapan KPK tersebut.

Ari meminta polisi agar menunda memeriksa dirinya. Alasannya Ari merasa tidak aman. Ia baru mau diperiksa bila telah mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Nama SBY dicatut 3-4 kali dalam rekaman yang transkripnya telah beredar luas itu. SBY salah satunya disebut sebagai RI-1. Namun menurut Anggodo, RI-1 adalah Bonaran.

"Pokoke saiki (pokoknya sekarang) Pak SBY mendukung. SBY itu mendukung Ritonga lo," ujar seorang wanita yang diduga Yuliana Gunawan atau Lien, dalam percakapan dengan seorang pria yang suaranya mirip Anggodo.

Yakin Bela KPK

Meski belum keluar, Bonaran sudah bisa memprediksi isi rekomendasi Tim 8. Tim 8 diyakini akan membela KPK.

"Tidak usah dipikirkan lagi, sudah pasti membela KPK. Sudah nyata-nyata kok orang ditahan dibilang dilepaskan. Ini kan cukup bukti (Bibit dan Chandra) untuk ditahan, mengapa dilepaskan," kata Bonaran

Menurut dia, Tim 8 seharusnya mencari fakta, dan membuat rekomendasi kepada Presiden SBY. Bonaran kembali mengutip pernyataan SBY yang menyatakan tidak akan intervensi dalam penegakan hukum termasuk kasus Bibit dan Chandra.

"Kadang-kadang kita jadi bertanya apakah tim ini perpanjangan tangan presiden untuk intervensi, apakah presiden melakukan intervensi melalui tim 8? Kan bisa kita lihat misalnya, Anggodo ditahan padahal bukan tersangka, dasarnya apa," papar dia.

Bonaran juga menyentil langkah Tim 8 yang kerap jumpa pers setelah memanggil pihak-pihak terkait.

Ketua Tim 8 Adnan Buyung sebelumnya memberi sinyal kasus Bibit dan Chandra tidak bisa dibawa ke pengadilan lantaran kurang bukti.

Habibie Puas Sikap Presiden Terhadap Polri-KPK

akarta (ANTARA) - Mantan Presiden BJ Habibie merasa puas atas apa yang telah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap kasus dugaan kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyatakan tindakan SBY adalah sebagai wajar.

"Apa yang dilakukan Presiden sudah wajar, tidak menunjuk si A si B, tapi membuat tim (Tim 8 -red) lalu mempersilakan, caranya sudah ok," kata Habibie di sela Temu Kangen antara BJ Habibie dengan tokoh-tokoh pers dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) The Habibie Center ke-10 di Jakarta, Senin.

Bapak demokrasi ini juga menekankan, apa yang dilakukan Presiden ada dalam koridor yang sehat dengan mempersilakan berjalan apa yang diinginkan rakyat.

"Saya hanya menggeleng-gelengkan kepala. Rekaman di MK (Mahkamah Konstitusi) itu sudah jelas diperdengarkan, masih beri alasan. Saya tidak mengerti kok orang itu bebas-bebas saja," kata dia.

Menurut dia, saat ini yang penting adalah bagaimana yang telah diupayakan Presiden itu berjalan konsisten dan bahwa orang atau pejabat yang benar tidak usah takut.

Presiden jelas bisa melakukan intervensi terhadap kasus tersebut, namun intervensi itu dilakukan bila tidak ada jalan lain lagi, ujar mantan Menristek zaman Presiden Soeharto yang datang bersama istrinya Ainun itu.

"Presiden memonitor apakah sudah melewati standar dan melanggar UU yang patut," kata BJ Habibie sambil menambahkan tim yang dibentuk sekurangnya bisa mengamankan jangan terjadi apa-apa.

Ditanya soal adanya penilaian bahwa Presiden lambat bertindak, ia menolak menjawab.

Menurut dia, wartawan bisa menilai sendiri masing-masing tugas-tugas kepolisian dan kejaksaan.

Pada kesempatan itu, hadir Chairman The Habibie Center, Muladi yang mantan Menteri Kehakiman dan Perundang-undangan, mantan Mendiknas Malik Fajar serta para tokoh pers seperti Asro Kamal Rokan (Antara), Muh Assegaf, Aristides Katoppo, Alwi Shahab, Saur Hutabarat, Ikhwanul Kiram, Atmakusumah dan lain-lain.

SBY Harus Prioritaskan Replacement Penegak Hukum

Kisruh KPK vs Polri harus dimasukkan dalam program 100 hari SBY. Prioritas utamanya, replacement (penggantian) penegak hukum untuk memberantas mafia hukum.

Demikian dikatakan Dosen Fakultas Hukum Undip Semarang, Hasyim Asyari, kepada detikcom, Senin (9/11/2009).

Hasyim menjelaskan, hukum memiliki tiga aspek, struktur (KPK, Polri, kejaksaan, PPATK), substansi (UU KPK, Tipikor, dan lain-lain), dan kultur (SDM). Aspek pertama dan kedua cukup memadai, sementara pada aspek ketiga perlu dipertanyakan.

"Rekaman (KPK) menunjukkan sejumlah aparat menyimpang dari aturan. Mereka bisa telepon-teleponan dengan orang yang terbelit kasus," jelasnya.

Dari fakta kecil itu, lanjut Hasyim, komitmen penegak hukum sangat lemah. Mereka tak bisa bekerja on the track.

"Maka itu, perbaikan komitmen dan penataan SDM harus jadi prioritas. Kalau memang tak bisa diperbaiki, ya di-replacement," ungkapnya.

Ditambahkan Hasyim, replacement bisa mencakup orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus KPK vs Polri atau pimpinan lembaga penegak hukum. Kalau tidak, citra lembaga tersebut akan jatuh di mata publik.

"Dalam organisasi, leader itu penting. Makanya, dalam kasus ini, dia (leader) harus diprioritaskan diganti juga," pungkas peraih gelar master dari UGM ini.

Sebelumnya SBY mengatakan dirinya akan memprioritaskan pemberantasan mafia hukum dalam program 100 Hari. SBY meminta korban mafia hukum untuk melaporkan kepada dirinya melalui PO Box 9949.

Masyarakat yang kan melaporkan mafia hukum melalui PO Box tersebut agar memberikan kode 'GM'. "Yang artinya Ganyang Mafia," imbuh SBY.

SBY menjamin identitas pelapor akan dijaga kerahasiaannya. "Tentu saja identitas pelapor akan dijaga kerahasiaannya," kata SBY